Rabu, 08 Maret 2017

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

A.   Pengertian Lembaga Penjamin Simpanan

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September2004. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS.
Di dalam perekonomian modern dewasa ini diperlukan suatu sistem penyangga ekonomi yang kokoh sehingga dapat menumbuhkan kepercayaan para pelaku ekonomi yang bernaung dibawahnya, dan yang menjadi salah satu tiang penyangganya adalah LPS. Hal itu tercermin dari salah satu fungsi dari LPS yakni menjamin simpanan nasabah.
Belajar dari krisis ekonomi pada tahun 1997-1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan nasional diikuti dengan penarikan simpanan besar-besaran pada sistem perbankan atau rush. Maka untuk meredam efekBOLADescription: http://cdncache-a.akamaihd.net/items/it/img/arrow-10x10.png salju tersebut saat itu pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya program penjaminan seluruh simpanan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan blanket guaranteemelaluiKeputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat
Setelah beberapa tahun dilaksanakannya kebijakan blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional. Tetapi mengingat risiko dari blanket guarantee sangat besar yakni kewajiban penyediaan dana talangan dan munculnya moral hazard bankir juga masyarakat, maka diperlukan suatu lembaga penjaminan simpanan yang independen.

B.   Fungsi dan Peranan Lembaga Penjamin Simpanan

LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.
Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS maksimum sebesar Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil likuidasi bank tersebut.
Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98% rekening simpanan.
Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian mengeluarkan Perpu No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp2.000.000.000 (dua milyar rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan kembali, apabila krisis global meluas atau mereda.
LPS juga turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannnya
Tugas Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1.            Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan.
2.            Melaksanakan penjaminan simpanan.
3.            Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan.
4.            Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik.
5.            Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.

Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
1.            Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
2.            Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta.
3.            Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4.            Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank.
5.            Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut pada angka 4.
6.            Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7.            Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas tertentu.
8.            Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan simpanan.
9.            Menjatuhkan sanksi administratif.

C.   Tujuan Pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan

Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
Dibentuknya Lembaga Penjamin Simpanan bertujuan untuk menumbuhkan kembali rasa aman masyarakat untuk bertransaksi dengan bank dalam hal simpanan sehingga muncul kembali rasa kepercayaan mereka terhadap bank.


D.   Syarat Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan

Selain memenuhi besaran nilai simpanan yang dijamin, nasabah juga perlu memenuhi syarat-syarat berikut:
1.      Simpanan nasabah tercatat dalam pembukuan bank;
2.      Nasabah tidak memperoleh bunga simpanan yang melebihi tingkat bunga wajar yang ditetapkan oleh LPS/nasabah tidak menerima imbalan yang tidak wajar dari bank; dan
3.      Nasabah tidak melakukan tindakan yang merugikan bank, misalnya memiliki kredit macet di bank tersebut
Peserta Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan
Sesuai Pasal 37B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1999 tentang Perbankan, setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan. Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank tersebut dibentuk LPS.
Dalam Pasal 12 UU LPS ketentuan tersebut dipertegas dengan menyebutkan bahwa setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS. Jenis bank tersebut meliputi bank umum dan BPR, termasuk bank nasional, bank campuran, dan bank asing, serta bank konvensional dan bank syariah.

E.   Peranan Nyata Lembaga Penjamin Simpanan

Pada sub bab ini, kami mengambil satu contoh nyata dari peranan LPS akhir-akhir ini yaitu pada kasus bank century.
Setelah pailitnya century, LPS membertikan aliran dana kepada Cetury. Aliran Dana Lembaga Penjamin Simpanan pada Bank Century atau secara teknis disebut sebagaipenyertaan modal sementara (PMS) yang dikucurkan dalam kurun waktu delapan bulan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencapai sejumlah Rp 6,7 triliun adalah salah satu tata cara penanganan terhadap bank gagal yang dilakukan oleh Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri KeuanganBank Indonesia (BI) dan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) dalam hal ini termasuk bank gagal dalam dampak sistemik, untuk saat sekarang Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) masih berada dalam naungan lingkup kerja pada Bank Indonesia (BI). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya Bank Century diubah nama menjadi Bank Mutiara
Kehebohan politik berujung pada tanggal 1 Desember2009 dalam Sidang Paripurna Pengesahan Panitia Hak Angket Bank Century terhadap usulan penggunaanHak Angket DPR yang diusulkan oleh 503 Anggota DPR tersebut disahkan dan disetujuinya penggunaan hak angket untuk mengungkap skandal Bank Century dengan didukung oleh seluruh fraksi yang berada di DPR yakni 9 Fraksi. dengan fokus penyelidikan angket
1.            Mengetahui sejauh mana pemerintah melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku, terkait keputusannya untuk mencairkan dana talangan (bail out) Rp 6,76 triliun untuk Bank Century. Adakah indikasi pelanggaran peraturan perundangan, baik yang bersifat pidana maupun perdata.
2.            Mengurai secara transparan komplikasi yang menyertai kasus pencairan dana talangan Bank Century. Termasuk mengapa bisa terjadi perubahan Peraturan Bank Indonesia secara mendadak, keterlibatan Kabareskrim Mabes Polri ketika itu, Komjen Susno Duadji, dalam pencairan dana nasabah Bank Century, dan kemungkinan terjadi konspirasi antara para pemegang saham utama Bank Century dan otoritas perbankan dan keuangan pemerintah.
3.            Menyelidiki ke mana saja aliran dana talangan Bank Century, mengingat sebagian dana talangan tersebut oleh direksi Bank Century justru ditanamkan dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan dicairkan bagi nasabah besar (Budi Sampoerna). Sementara kepentingan nasabah kecil justru terabaikan. Adakah faktor kesengajaan melakukan pembobolan uang negara demi kepentingan tertentu, misalnya politik, melalui skenario bail out bagi Bank Century.
4.            Menyelidiki mengapa bisa terjadi pembengkakan dana talangan menjadi Rp 6,76 triliun bagi Bank Century? Sementara Bank Century hanyalah sebuah bank swasta kecil yang sejak awal bermasalah, bahkan saat menerima bail out, bank ini dalam status pengawasan khusus. Rasionalkah alasan pemerintah bahwa Bank Century patut diselamatkan karena mempunyai dampak sistemik bagi perbankan nasional secara keseluruhan.
5.            Mengetahui seberapa besar kerugian negara yang ditimbulkan oleh kasus bail out Bank Century dan sejumlah kemungkinan penyelamatan uang negara bisa dilakukan. Sebab lain penegakan hukum, di tengah berbagai kesulitan hidup yang dialami masyarakat kebanyakan, aspek penyelamatan uang negara ini sangat penting untuk dijadikan perioritas demi memenuhi rasa keadilan rakyat. Selanjutnya, uang negara yang dapat diselamatkan bisa digunakan untuk kepentingan meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
Hasil penggunaan hak konstitusional Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya menghasilkan secara tegas dengan menyatakan dalam sebuah pendapat keadaan hasil pernyelidikan parlemen tidak pula membuahkan kejelasan hasil pengungkapkan bukti-bukti atau temuan-temuan yang didapat dalam persidangan-persidangan dengan menyatakan pendapat konstitusional sebagai terbukti atau tidak terbukti ini tidak terjadi malahan memberikan rekomendasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan kejaksaan agar menindak lanjuti laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sebenarnya merupakan bidang kerja dari Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN DPR) dan kemudian oleh presiden dalam dalam pidatonya mengatakan sebagai praktik- praktik buruk yang penuh prasangka jahat demikian. Kehidupan bermasyarakat dan berbangsa memerlukan pertalian sosial yang merupakan modal untuk kerja bersama di segala bidang. Modal sosial itu kuat apabila kita membangun sikap saling percaya mempercayai dan sikap saling hormat menghormati. Modal sosial itu melemah apabila kita hidup dengan dasar saling mencurigai, apalagi saling memfitnah.

F.      TUJUAN PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK
Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia sebagai:
  1. Lembaga kepercayaan masyarakat dalam kaitannya sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana
  2. Pelaksana kebijakan moneter;
  3. Lembaga yang ikut berperan dalam membantu pertumbuhan ekonomi serta pemerataan; agar tercipta sistem perbankan yang sehat,baik sistem perbankan secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional.
Untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan:
  1. Kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi);
  2. Kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan
  3. Pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.
G.    Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank
Pengaturan dan pengawasan bank oleh BI meliputi wewenang sebagai berikut:
  1. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tatacara perizinan dan pendirian suatu bank. Cakupan pemberian izin oleh BI meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.
  2. Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu kewenangan untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat yang mampu memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat.
  3. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu kewenangan melakukan pengawasan bank melalui pengawasan langsung (on-site supervision) dan pengawasan tidak langsung (off-site supervision). Pengawasan langsung dapat berupa pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus,yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik yang tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank,laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya. Dalam pelaksanaannya, apabila diperlukan BI dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank termasuk pihak lain yang meliputi perusahaan induk, perusahaan anak, pihak terkait, pihak terafiliasi dan debitur bank. BI dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama BI melaksanakan tugas pemeriksaan.
  4. Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction), yaitu kewenangan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat.



0 komentar:

Posting Komentar